BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme
pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran
distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya
nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa,
bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap
tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat
tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung
secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilahinflasi juga
digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat
sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat
inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Pada saat terjadi inflasi daya beli uang menurun. Deflasi
merupakan kebalikan dari inflasi. Deflasi berarti penurunan harga barang dan
jasa secara umum. Hal ini dapat menyebabkan kelesuan dalam dunia ekonomi.
Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah indeks yang memberikan informasi
mengenai perkembangan rata-rata perubahan harga
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi oleh rumah tangga dalam suatu
kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari
waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) harga barang atau jasa
kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan tulisan ini permasalahan yang hendak akan
dibahas dalam tulisan ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah
Penyebab terjadinya Inflasi
2. Bagaimana
penggolongan dari sebuah inflasi
3. Bagaimana cara
pengukuran Inflasi
4. Apa saja dampak
dari terjadinya inflasi
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan
permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah
desakan(tekanan) produksi atau distribusi (kurangnya produksi (product or
service) dan juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih
dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan
untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor
yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif),
kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
1. Penyebab Terjadinya Inflasi :
A. Inflasi
tarikan permintaan (yang dalam bahasa inggrisnya yaitu demand pull inflation)
terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu
oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi
dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau
likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga
faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan
dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi
full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume
likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga
disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral
dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai
dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
B. Inflasi
desakan biaya (yang dalam bahasa inggrisnya ialah cost push inflation) terjadi
akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan
distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat
secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau
juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi
sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di
sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan
bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll,
sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu
juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor
infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
2. Penggolongan
Inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar
negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya
defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan
gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu,
inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya
harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar
negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan
pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan
dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup
(Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang
secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat
harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang
lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak
terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat digolongkan
menjadi empat golongan yaitu:
a). Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun), ialah Inflasi
ringan yang terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun
b). Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
c). Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
d). Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun), ialah inflasi
yang tak terkendali
3. Mengukur
inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat
persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
a). Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index
(CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang
dibeli oleh konsumen.
b). Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
c). Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses
produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan
karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian
akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
d). Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga
dari komoditas-komoditas tertentu.
e). Indeks harga barang-barang modal
f). Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari
semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
4. Dampak dari
Inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif-
tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih
baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang
parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian
menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat
kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat
dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaumburuh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi
harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke
waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi
sangat merugikan. Contohnya seorang
pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun
kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang
pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya,
orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya
pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan
pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena
nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun
jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang
enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk
berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan
masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang
lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak
yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian
lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan
yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini
terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya
terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi
hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan
produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu.
Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut
mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman
modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Contoh permasalahan Inflasi dikehidupan sehari-hari :
1. Kenaikan BBM
di indonesia
Sebagaimana yang kita ketahui, saat ini bangsa kita sedang
mengalami masalah naiknya harga bahan bakar minyak. Ini dikarenakan permintaan
masyarakat akan BBM yang membubung tinggi sementara penyediaan barang mengalami
kekurangan yang membuat harga barang tersebut menjadi naik dan timbulnya
inflasi. Kenaikan harga BBM memperberat beban hidup masyarakat terutama mereka
yang berada di kalangan bawah dan juga para pengusaha, karena kenaikan bbm
menyebabkan turunnya daya beli masyarakat dan itu akan mengakibatkan tidak
terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga akan menurunkan
tingkat penjualan yang pada akhirnya juga akan menurunkan laba perusahaan.
Naiknya harga BBM di indonesia diawali oleh naiknya harga
minyak dunia. yang membuat pemerintah tidak dapat menjual BBM kepada
masayarakat dengan harga yang sama dengan harga sebelumnya, karena hal itu
dapat menyebabkan pengeluaran APBN untuk subsidi minyak menjadi lebih tinggi.
Maka pemerintah mengambil langkah untuk menaikkan harga BBM.
Dan untuk mengimbangi masalah melonjaknya harga BBM setiap
tahunnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi BBM. Kebijakan subsidi BBM
(Bahan Bakar Minyak) bertujuan mengatasi kelebihan beban APBN. Sebab jika
tidak, APBN dipastikan akan mengalami penurunan yang berdampak langsung pada
mandeknya pembangunan nasional.
Setelah sekian lama kebijakan subsidi BBM dijalankan ,
timbul berbagai kontravensi untuk segera menghentikan kebijakan subsidi bbm,
karena setelah di lihat-lihat ternyata kebijakan subsidi ini tidak berjalan
efektif dan jauh dari tujuan semula. Karena selama ini pemerintah terus memberi
subsidi untuk BBM yang dikeluarkan dari APBN. Subsidi bbm yang melambung tinggi
dan terus menekan APBN menyebabkan perekonomian indonesia semakin parah.
Akibat dari kenaikan harga BBM antara lain adalah :
1. Inflasi meningkat ( ditandai dengan kenaikan harga harga
kebutuhan pokok )
2. Ongkos angkutan umum yang dapat naik
3. Banyak uang menganggur
4. Biaya hidup makin berat
5. Kebutuhan pokok seperti sembako, obat-obatan, biaya rawat
rumah sakit naik
6. Banyak yang putus asa
7. Keamanan menurun
8. Penerimaan pajak turun
9. APBN tertekan
10. Subsidi meningkat
11. naiknya angka kemiskinan, pengganguran dan kriminalitas
12. pertumbuhan ekonomi melamban dan menurunkan daya saing
13. kepanikan dan keresahan masyarakat karena bingung
bagaimana cara untuk menutupi kebutuhannya karena harga barang-barang mahal
2. Krisis moneter di indonesia
Krisis moneter yang melanda negara-negara ASEAN, termasuk
Indonesia, telah menyebabkan rusaknya sendi-sendi perekonomian nasional. Krisis
moneter menyebabkan terjadinya imported inflation sebagai akibat dari
terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, yang
selanjutnya mengakibatkan tekanan inflasi yang berat bagi Indonesia. Fenomena
inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena
jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya
yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah
inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih
terdapatnyahambatan- hambatan struktural dalam perekonomian negara. Dengan
demikian, maka pembenahan masalah inflasi di Indonesia tidak cukup dilakukan
dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter saja. Devaluasi menjadi penyebab
utama terjadinya krisis ekonomi di Asia dan akhirnya menimbulkan masalah
inflasi di dalam negeri. Inflasi merupakan masalah ekonomi makro yang
mempengaruhi perekonomiaan secara riil karena memberikan tekanan bagi investasi
dan menghalangi pertumbuhan ekonomi. Penelitian World Bank (World Bank
Institute Home Page, retrieve Februari 2000) mengenai inflasi dan pertumbuhan
di 127 negara antara tahun 1960-1992 menunjukkan adanya hubungan yang erat
antara tingkat inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian
tersebut ditemukan bahwa pada tingkat inflasi yang rendah-menengah (20-40%)
tidak secara langsung menyebabkan penurunan pertumbuhan sedangkan tingkat
inflasi diatas 40% merupakan inflasi yang sangat membahayakan. Berdasarkan
fakta-fakta tersebut diatas inflasi merupakan masalah ekonomi makro yang perlu
mendapat perhatian baik untuk mencari penyebab maupun solusi untuk
mengatasinya. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa inflasi di Indonesia lebih
didominasi oleh penyebab non ekonomis. Permasalahan penyebab ekonomis dan non
ekonomis di Indonesia memang menimbulkan kontroversi yang cukup tinggi.
Aspek-aspek non ekonomis terkadang memberikan pengaruh yang signifikan bagi
perubahan-perubahan indikator ekonomi.
Dalam tulisan ini, faktor-faktor non ekonomis dieliminir dan
diasumsikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat inflasi.
Fenomena inflasi di Indonesia sendiri memunculkan banyak pendapat mengenai
sumber inflasi dan aspek kausalitas. inflasi di Indonesia dipicu oleh Jumlah
uang beredar yang terlampau besar dan di sisi lain terdapat kelompok yang
mengatakan bahwa inflasi di Indonesia disebabkan karena ketergantungan
Indonesia bagi barang impor. Sisi
kausalitas inflasi muncul karena inflasi itu tidak hanya merupakan
akibat dari faktor ekonomi namun juga dapat menyebabkan perubahan faktor
ekonomi yang lain.
3. Turunnya nilai
riil kekayaan masyarakat
Inflasi menyebabkan turunnya nilai riil kekayaan masyarakat
yang berbentuk kas, karena nilai tukar kas tersebut akan menadi lebih kecil, karena
secara nominal harus menghadapi harga komoditi per satuan yang lebih besar.
Sebagai misal, jika uang Rp. 10.000,- tadinya bisa dibelikan 10kg beras yang
berharga Rp.1000,-/kg, maka setelah adanya inflasi uang Rp.10.000,- tersebut
hanya dapat ditukarkan dengan 5kg beras saja, karena sekarang harga beras
menjadi lebih mahal (Rp.2000,-/kg). Sebaliknya mereka yang memiliki kekayaan
dalam bentuk aktiva tetap (umumnya golongan ekonomi menengah ke atas) justru
diuntungkan dengan kenaikan harga akibat inflasi tersebut. Dengan demikian
inflasi akan membuat jurang kesenjang akan semakin lebar.
Sumber :