Rabu, 29 April 2015

TUGAS ETIKA & PROFESIONALISME TSI #2

Ahmad Fujianto (10111427)
Oktiva Tiara Mutiah (15111453)
Baref Putro Rubyatomo (11111408)

Etika & Profesionalisme Guru


BAB I
PENDAHULUAN

     Profesi guru adalah profesi yang terhormat. Profesi merupakan sebuah jabatan yang membutuhkan kemampuan intelektual secara khusus, yang didapat melalui aktivitas belajar serta pelatihan yang mempunyai tujuan untuk menguasai keahlian atau ketrampilan dalam melayani orang lain, dimana mereka akan memperoleh gaji atau upah dalam jumlah tertentu. Seorang guru profesional mempunyai ruang yang khusus untuk berbagai tujuan, minat dan nilai profesional serta nilai kemanusiaan mereka.

          Profesi guru tampaknya masih dalam posisi yang kurang menguntungkan baik dari segi fasilitas, finansial yang berkaitan dengan kesejahteraan maupun penghargaan. Semua itu harus diterima guru sebagai orang yang dibebani tugas di bidang pendidikan. Pada prinsipnya profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur  ilmiah, memiliki dedikasi yang tinggi dalam menyikapi pekerjaan serta berorientasi pada pelayanan yang baik. Artinya bahwa dalam konteks ini profesi guru dapat dikategorikan suatu pekerjaan ideal memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang membutuhkannya.

         Sebagai tenaga profesional, guru dituntut untuk selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,dan seni.untuk itu dalam melaksanakan tugasnya guru harus memiliki etika dan profesionalisme. Dalam bab selanjutnya akan dibahas secara mendalam tentang etika dan profesionalisme bagi guru.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika dan Profesionalisme

a. Etika
        Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

      Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

           Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

            Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

b. Profesionalisme
       Profesionalisme adalah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya ter­dapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal dari kata profesion yang bermakna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualitas dari seseorang yang profesional.

         Seseorang yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja-kerja yang profesional. Kualitas profesionalisme didorong oleh ciri-ciri sebagai berikut :

1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati mahir.
           Seseorang yang memiliki profesionalisme tinggi akan selalu berusaha mewujudkan dirinya sesuai dengan kemahiran yang telah ditetapkan. Ia akan mengidentifikasi dirinya kepada sesorang yang dipandang memiliki kemahiran tersebut. Yang dimaksud dengan mahir ialah suatu perangkat perilaku yang dipandang paling sempurna dan dijadikan sebagai rujukan.

2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi
       Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan memelihara citra profesi melalui perwujudan perilaku profesional. Perwujudannya dilakukan melalui berbagai cara misalnya penampilan, cara percakapan, penggunaan bahasa, sikap tubuh badan, sikap hidup harian, hubungan dengan individu lainnya.

3. Keinginan untuk sentiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan meperbaiki kualiti pengetahuan dan keterampiannya.

4. Mengejar kualiti dan cita-cita dalam profesion

            Profesionalisme ditandai dengan kualitas derajat rasa bangga akan profesi yang dipegangnya. Dalam hal ini diharapkan agar seseorang itu memiliki rasa bangga dan percaya diri akan profesinya.

B. Etika dan Profesionalisme Guru

a. Etika Guru
          Didalam etika guru Indonesia dituliskan dengan jelas bahwa guru membimbing murid untuk membentuk mereka menjadi manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Etika bagi guru adalah terhadap peserta didiknya, terhadap pekerjaan dan terhadap tempat kerja. Etika tersebut wajib dimiliki oleh seorang guru untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang baik.

Perilaku etika guru meliputi :
  • Pertanggung jawaban (responsibility)
  • Pengabdian (dedication)
  • Kesetiaan (loyalitas)
  • Kepekaan (sensivity)
  • Persamaan (equality)
  • Kepantasan (equity)
         Guru sebaiknya memberi contoh yang baik bagi muridnya. Keteladanan seorang guru adalah perwujudan realisasi kegiatan belajar mengajar dan menanamkan sikap kepercayaan kepada murid. Guru yang berpenampilan baik dan sopan akan mempengaruhi sikap murid demikian juga sebaliknya. Selain itu di dalam memberikan contoh kepada murid, guru harus bisa mencontohkan bagaimana bersifat objektif dan terbuka pada kritikan serta menghargai pendapat orang lain.

b. Profesionalisme guru
      Menurut ahli, profesionalisme memberi penekanan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau suatu kemampuan manajemen dengan strategi penerapannya. Profesionalisme guru tidak sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen namun lebih merupakan sikap dan pengembangan profesionalisme, lebih dari seorang teknisi tidak hanya mempunyai keterampilan yang tinggi namun mempunyai tingkah laku sesuai dengan yang disyaratkan.Menurut ahli, profesionalisme memberi penekanan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau suatu kemampuan manajemen dengan strategi penerapannya. Profesionalisme guru tidak sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen namun lebih merupakan sikap dan pengembangan profesionalisme, lebih dari seorang teknisi tidak hanya mempunyai keterampilan yang tinggi namun mempunyai tingkah laku sesuai dengan yang disyaratkan.

Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut agar memiliki 5 hal yaitu :

1.  Guru harus mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya
2. Guru harus menguasai secara mendalam bahan pelajaran yang diajarkannya serta bagaimana cara mengajarnya
3.  Guru bertanggung jawab untuk memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi
4. Guru harus mampu berfikir sistematis mengenai apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya tersebut
5.  Guru seyogyanya menjadi bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

          Demi membangun profesionalisme guru Indonesia yang profesional, maka diharapkan mempunyai syarat yaitu dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan pada masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad ini. Guru juga harus mempunyai penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan ilmu praksis pendidikan dimana ilmu pendidikan merupakan ilmu praksis tidak hanya merupakan konsep belaka.

          Profesi guru adalah profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan. Adanya persyaratan profesionalisme guru ini maka perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang benar-benar profesional. Guru yang profesional harus memiliki kepribadian yang matang dan berkembang, dengan penguasaan ilmu yang kuat dan keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi dan pengembangan profesi secara berkesinambungan.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
        Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi. Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.

B. Saran
         Dalam pembahasan ini, kami mengakui masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi penulisan kata maupun penjelasannya yang kurang tepat. Oleh karena itu kami mohon kritikan dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

http://ms.wikipedia.org/wiki/Profesionalisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
http://www.informasi-pendidikan.com/2013/07/profesionalisme-guru.html
http://www.informasi-pendidikan.com/2013/07/etika-guru.html
http://www.slideshare.net/wurdiyantiyulia/etika-profesi-keguruan-etika-dan-moral-guru
http://fumiki-fujita.blogspot.com/2013/07/makalah-etika-dan-profesi-keguruan.html
http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/07/etika-profesi-guru.html

Senin, 30 Maret 2015

TUGAS ETIKA & PROFESIONALISME TSI

Ahmad Fujianto (10111427)
Oktiva Tiara Mutiah (15111453)
Baref Putro Rubyatomo (11111408)


PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR, ETIKA PROFESI DAN
PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN
TINGKAT MATERIALITAS



1. Pertimbangan Tingkat Materialitas

a. Pengertian Materialitas

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut (Sukrisno,
1996 dalam Yanuar, 2008:14).

Definisi dari materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit menurut Arens dan Loebeccke (1996) dalam Noveria (2006:25) adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi dan pertimbangan seseorang yang meletakkan kepercayaan terhadap salah saji tersebut.

Tujuan penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama diaudit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materialitas.

Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkan, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar.

2. Profesionalisme auditor

a. Pengertian Profesionalisme

Menurut pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standard baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut individul yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto, 2009:3).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan (Badudu dan Sutan, 2002:848).

Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang yang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Arens et al. (2003) dalam Noveria (2006:3) mendefinisikan profesionalisme sebagai tanggung jawab individu untuk berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat yang ada. Profesionalisme juga merupakan elemen dari motivasi yang memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kinerja tugas yang tinggi (Guntur dkk, 2002 dalam Ifada dan M. Ja’far, 2005:13).

b. Konsep Profesionalisme

Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) dalam Lestari dan Dwi (2003: 11) banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi auditor yang tercermin dari sikap dan perilaku. Menurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009:4) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:

1) Pengabdian pada profesi

Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.

2) Kewajiban sosial

Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

3) Kemandirian

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.

4) Keyakinan terhadap peraturan profesi

Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

5) Hubungan dengan sesama profesi

Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional.

3. Etika Profesi

Etika secara umum didefiniskan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto, 1991 dalam Suraida, 2005:118). Definisi etika secara umum menurut Arens & Loebecke (2003) dalam Suraida (2003: 118) adalah ”a set of moral principles or values. Prinsipprinsip etika tersebut (yang dikutip dari The Yosephine Institute for the Advancement of Ethics) adalah honesty, integrity, promise keeping, loyalty, fairness, caring for others, responsible citizenship, pursuit of excellent and accountability (Suraida, 2005: 118).

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu (Martadi dan Sri, 2006: 17):

a. Kode Etik Umum. Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: tanggung jawab profesi, kepentingan umum, integritas, obyektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesionalnya, kerahasian, perilaku profesional dan standar teknis.

b. Kode Etik Akuntan Kompartemen. Kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen dan mengikat seluruh anggota Kompartemen yang bersangkutan.

c. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen, merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan Kompartemen.