Jakarta - Masyarakat pengguna ponsel umumnya
antusias dengan hadirnya layanan uang digital alias e-money di Indonesia. Namun
sayangnya, masih ada sejumlah kendala yang harus diselesaikan sebelum layanan
ini benar-benar menjadi andalan transaksi keuangan.
Demikian salah satu kesimpulan dari survei e-money
yang digelar oleh IndoTelko Forum terhadap dua ribu responden. Survei yang
digelar di sejumlah kota besar di Indonesia ini mengambil sampel dari seluruh
elemen masyarakat, mulai dari kelas bawah hingga atas.
"Secara awareness terhadap uang digital,
pengguna mengetahui produk ini meskipun definisi yang mereka pahami
berbeda-beda," kata founder dari IndoTelko Forum Doni Darwin dalam
keterangan tertulisnya, Rabu (13/11/2013).
Yang terlintas di benak mereka saat mendengar
e-money, menurut hasil survei itu, 44% mengira e-money adalah layanan
elektronik atau mobile money dari operator, 23% mengira e-money adalah nama
produk untuk membayar dengan pulsa ponsel.
Sementara 15% lainnya, berpikiran e-money itu produk
tabungan bank hasil kerja sama dengan operator, 8% juga berpikir e-money itu
merupakan layanan isi ulang pulsa. Ada pula 6% responden yang mengira e-money
itu produk pinjaman uang dari bank hasil kerja sama dengan operator. Lalu, 4%
sisanya pernah mendengar, tapi tidak tahu apa itu e-money.
Mayoritas responden yang disurvei berusia 26-35
tahun (38%), 36-45 tahun (29%), 21-25 tahun (21%), dan sisanya 12% berusia
lebih dari 45 tahun. Seluruh responden ini mengaku punya ponsel dan rekening
bank.
Para responden ini mayoritas dari kelas menengah
atas (54%) dan mengaku punya penghasilan lebih dari Rp 15 juta per bulan. Namun
demikian, banyak juga yang penghasilannya cuma Rp 3 juta sampai Rp 5 juta
(17%), Rp 5 juta sampai Rp 7,5 juta (11%), Rp 7,5 juta sampai Rp 10 juta (6%),
dan sisanya Rp 2 juta sampai Rp 3 juta (6%).
Meskipun antusiasmenya tinggi, namun banyak
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh para pemangku kepentingan di
bisnis e-money ini. Pasalnya, pengguna yang tertarik menggunakan layanan ini
masih minim. Bahkan 54% responden mengaku masih ragu-ragu.
"Ada sejumlah alasan yang membuat sebagian
besar masih pikir-pikir pakai e-money, sehingga menjadikan akuisisi untuk
layanan ini lumayan berat," urai Darwin.
Suara yang terbanyak atau 23% mempertanyakan
keamanan transaksi dan 17% mengaku khawatir akan lebih susah mengontrol
pengeluaran uang. Sementara 14% masih ragu karena operator bukan penyedia
layanan finansial, dan 14% lainnya mempertanyakan masalah penanganan jika
terjadi komplain error pada layanan.
Sedangkan 9% responden juga meragukan kecepatan
e-money saat bertransaksi dan 9%lainnya justru masih was-was akan biaya
transaksinya. Selain itu, 6% responden juga kurang percaya akan kualitas
jaringan operator, dan 6% lainnya mempertanyakan sekaligus khawatir apakah
e-money ini akan rumit cara pemakaiannya.
"Melihat hasil survei ini kami sarankan semua
ekosistem yang terlibat di uang digital ini berjalan beriringan dan melepas
sekat-sekat pembatas agar less cash society benar-benar terwujud,"
katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia (BI)
akan segera menerbitkan regulasi baru tentang e-money setelah menguji coba
branchless banking di delapan provinsi bersama lima bank dan tiga operator
telekomunikasi. Pilot project yang bergulir sejak Mei dan berakhir November
2013 ini akan mendukung inklusi finansial dan less cash society.
Proyek uji coba branchless banking ini dikhususkan
untuk layanan pembayaran dengan mengedepankan infrastruktur telekomunikasi yang
sudah lebih dulu meraih pasar pengguna. Namun untuk penarikan dana tetap harus
melalui agen perbankan yang ditunjuk dengan selektif dan ketat oleh pihak bank
yang terlibat dalam proyek ini.
BI mencatat, jangkauan infrastruktur telekomunikasi
saat ini telah mencapai angka 95% dan didukung 240 juta pengguna ponsel, serta
dua juta agen retailer telekomunikasi. Sementara instrumen pembayaran berupa
uang elektronik yang berbasis server, jumlahnya telah mencapai 12,5 juta.
Sementara di sisi perbankan, BI juga memperkirakan 52% dari rumah tangga di
Indonesia belum memiliki simpanan di lembaga keuangan.
Regulasi branchless banking ini akan diterbitkan BI
pada akhir 2013 dan mulai diimplementasikan 2014. Dengan tersedianya payung
hukum terbaru, para pemain di industri telekomunikasi dan perbankan sudah tak
perlu ragu-ragu lagi untuk bersinergi. Imbasnya, peluang bisnis e-money pun
kian terbuka lebar. "It's a new wave of less cash society," tandas
Darwin.
:: Sumber ::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar